Profile

Camelia & Yasoka Dewi, 2 Wanita Reaktor Nuklir

Mendengar kalimat ‘reaktor nuklir’, terbayangkan betapa dahsyatnya orang bekerja dan menyandang  profesi bidang ini. Dan tak terelakkan,  yang berkaitan dengan reaktor nuklir, oleh banyak orang dibayangkan  identik — merupakan pekerjaan dan profesi milik — kaum Adam.  

Berjalannya waktu,  kiranya tidak sedikit  wanita — berparas cantik  — yang menjadi bagian dari pengoperasian reaktor nuklir. Itu yang sangat nampak di GA Siwabessy yang berada di Serpong.

Salah satunya adalah Camelia.  Wanita berparas ayu yang menjalani pekerjaan  sebagai operator reaktor nuklir GA Siwabessy selama satu tahun tujuh bulan, ini pun bercerita  pekerjaan sebagai  seorang operator reaktor adalah memastikan pengoperasian reaktor nuklir berlangsung aman dan selamat selama 24 jam melalui ruang kendali utama.

Camelia

“Jam kerjanya terbagi menjadi tiga shift, yaitu 06.00 – 14.00 WIB, 14.00-22.00 WIB dan 22.00 – 06.00 WIB, lima hari dalam seminggu,” kata Camelia saat diskusi online yang digelar oleh para wanita penggiat nuklir.

Ia memaparkan seorang operator dituntut untuk memahami keseluruhan sistem operasi reaktor untuk menjalankan seluruh tugasnya.

“Yang rutin dilakukan seorang operator itu menaikkan daya reaktor nuklir dari 0 MW menuju 15 MW pada hari Jumat dan menurunkannya pada hari Selasa. Lantas mencatat data parameter operasi reaktor nuklir, pengisian ulang bahan bakar reaktor nuklir setiap 10 kali operasi reaktor dan melakukan kontrol seluruh sistem terkait pengoperasian reaktor nuklir,” paparnya.

Yang tidak rutin adalah jika terjadi keadaan abnormal. Tapi tentu saja, sistem keamanan reaktor sudah didesain untuk mengantisipasi setiap fenomena yang terjadi.

“Kami harus siap saat terjadi keadaan abnormal. Misalnya saat terjadi tingkat radiasi melebihi batas yang ditentukan dan menyebabkan salah satu alarm keselamatan menyala, maka dengan sistem keamanan berlapis yang dimiliki oleh reaktor, maka reaktor akan secara otomatis berhenti beroperasi,” ucapnya.

Pilihan untuk menjadi seorang operator nuklir, seperti yang ia katakan, harus memenuhi beberapa kualifikasi. “Untuk menjadi seorang operator harus sudah mengikuti kegiatan operator dalam ruang kendali utama selama minimal dua tahun, mengikuti diklat Operator Reaktor Nuklir dan memiliki Surat Izin Bekerja (SIB) yang dikeluarkan oleh BAPETEN yang didapat setelah mengikuti ujian tertulis, ujian praktikum dan ujian lisan,” imbuhnya.

Ketika dirinya memilih dan  bekerja sebagai operator reaktor, tak sedikit yang mengomentari tentang pilihannya ini.

“Banyak yang bilang, kalau saya lebih cocok kerja di Bank tapi saya selalu anggap santai omongan mereka. Ada juga yang bilang kalau pekerjaan sebagai operator reaktor bisa mungkin tidak bisa memiliki keturunan atau mandul, dan bahaya. Ini  tidaklah benar dan tanpa dasar ilmiah,” ujarnya.

Terbukti, lanjutnya, dari 46 pegawai Bidang Operasi Reaktor Nuklir yang sudah menikah dan sudah bekerja rata-rata 20 tahun, 43 orang di antaranya telah memiliki keturunan atau setara dengan 93,48 persen dari jumlah pegawai.

“Terkait radiasi yang dikatakan membahayakan, sudah ada batas dari BAPETEN, yaitu seorang operator memiliki Nilai Batas Dosis Radiasi yang diterima itu sebesar 20 miliSievert per tahun,” imbuhnya.

Faktanya, nilai tertinggi yang pernah tercatat itu hanya 0,57 miliSievert per tiga bulan. Jadi masih jauh dari ambang batas yang berlaku.

“Wanita yang mengoperasikan reaktor nuklir itu keren. Walau pun terlihat kaum wanita kemayu tapi semuanya mampu bekerja di reaktor,” kata Camelia.

Wanita lainnya yang tak kalah menarik adalah Yasoka Dewi. Wanita cantik yang bekerja sebagai Pranata Nuklir Bidang Pemeliharaan Reaktor Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sejak tahun 2018.

Yasoka Dewi

“Sebelum di BATAN, saya bekerja di penambangan emas dan perusahaan petrokimia yang menghasilkan super absorbent, juga sebagai operator yang bekerja dalam shift,” kata Yasoka.

Ia menyatakan walau pun dirinya mengidap Akrophobia tapi dirinya  tidak ragu untuk bekerja di reaktor nuklir. Karena, ia mempercayai bahwa wanita itu harus tangguh dan mampu bertahan dengan segala kondisi di lapangan.

“Saat bekerja, kita harus memahami faktor bahaya dari pekerjaan kita, sehingga kita mampu menjaga diri dari potensi bahaya yang ada. Bahaya pekerjaan sebenarnya ada di setiap pekerjaan,” ucapnya.

Yasoka Dewi menyampaikan sebagai tim perawatan, mereka harus memastikan sistem mekanik dan kimia air, sistem elektrik reaktor serta sistem instrumentasi dan kendali reaktor berfungsi baik.

“Jadi, kami bertanggung jawab untuk perawatan, perbaikan dan audit ketiga sistem tersebut,” ungkapnya.

Ia menceritakan komposisi pekerja wanita yang bekerja di reaktor GA Siwabessy hanya 12 persen yang 56 persen diantaranya merupakan generasi X yaitu yang lahir dalam rentang waktu 1961-1980, 9 persen dari generasi Y yaitu yang bekerja dari tahun 1981-1994 dan 35 persen adalah dari generasi Z, yang lahir dalam rentang 1995-2010.

“Banyak yang mempertanyakan mengapa saya mau jadi ASN di BATAN padahal saya sudah memiliki pekerjaan yang tak kalah menawan di sektor swasta. Itu karena saya ingin ambil bagian dalam perkembangan energi Indonesia. Dan saat BATAN membuka formasi,  saya bergabung menjadi bagian dari upaya pengembangan energi bersih dan menjadi bagian dari Go PLTN,” pungkasnya.

[]Natasha

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *