Business

Ekspor Tekstil & Pakaian Jadi, Meningkat Bila …………………

Ekspor tekstil dan pakaian jadi (TPT)  agar tepat sasaran, ada pun  salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para pelaku Industri adalah dengan  menentukan produk dan kualifikasi produk yang tepat. Ini tak lepas dari, pemenuhan  persyaratan dan mekanisme yang diberlakukan oleh Negara tujuan ekspor.

Menariknya, para pelaku Industri TPT, di samping  perlu memetakan Negara tujuan ekspor,  sekaligus membuka Negara tujuan baru.

Demikian dikatakan oleh Ekonom Affan Alamudi, MSc., dalam diskusi online terkait industri TPT, Selasa (12/1/2021). Lanjutnya,”Maka kalau ditanya, apakah Indonesia bisa bersaing di pasar global, saya  jawab bisa. Karena begitu banyak Negara yang masih membutuhkan produk TPT Indonesia, dan juga tentu selama Indonesia bisa memenuhi apa demand mereka.

Affan Alamudi, MSc.,

Tercatat, Negara-Negara yang  yang masih membutuhkan produk TPT Indonesia, bukan hanya Timur Tengah. Tapi ada Eropa Timur dan Eropa Barat, Afrika dan Amerika Latin. “Maka penting di sini,  pelaku industri bisa membuka komunikasi dengan Negara-Negara  tersebut, baik dengan sistim B2B atau B2G,” ucap Affan Alamudi, dan mencontohkan  Uzbekistan yang membutuhkan pasokan produk pakaian Muslim. 

“Tapi mereka kesulitan menemukan supplier dari Indonesia, yang tentu juga mampu konsisten pada waktu, jumlah dan kualitas. Jadi di sini, pelaku Industri Indonesia harus melihat kemampuan. Bila tidak,   pihak pembeli  kecewa dan tidak akan mengambil lagi dari Indonesia,” urai Affan Alamudi yang  juga menyebutkan pelaku Industri juga harus bisa melihat kualifikasi dari Negara tujuan.

Secara umum, lanjutnya, adapun kendala yang dihadapi para pelaku Industri TPT Indonesia adalah terkait harga produk mahal, kualitas dan bahasa. “Harga produk yang mahal,  bisa disebabkan karena biaya tenaga kerja, biaya bahan baku dan biaya listrik. Sementara untuk kualitas, biasanya berasal dari sarana produksi yang sudah tua sehingga menimbulkan keraguan pada buyer apakah produsen mampu memenuhi biaya produksi,” paparnya.

Selain itu, ada juga tantangan dari penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau safeguard dari Negara tujuan.

“Jadi, untuk melakukan ekspor produk, jangan hanya bergantung pada Pemerintah. Tapi coba pelaku Industri coba dulu. Kalau memang ada yang membutuhkan bantuan Pemerintah, bisa dibicarakan. Terutama untuk masalah regulasi Negara tujuan,” ucapnya.

Elis Masitoh

Direktur Industri Tekstil Kulit dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh menyatakan bahwa ekspor pakaian jadi mengambil porsi terbesar dalam ekspor TPT, yaitu 3,27 persen. Baru diikuti oleh tekstil sebesar 2,57 persen.

“Pada tahun 2010, 5 Negara tujuan terbesar kita itu secara berurut  adalah Amerika, Jerman, Jepang, Korea dan Inggeris. Dan pada 2020, susunannya berubah menjadi Amerika, Jepang, China, Korea dan Jerman. Ini harus dilihat kenapa, dan . apakah ada yang menggantikan kita sebagai supplier atau produk kita tidak cocok atau terhambat regulasi,” kata Elis dalam kesempatan yang sama.

Ia mengakui, akibat pandemi COVID 19 telah  terjadi beberapa penurunan pada sektor ekspor TPT. Elis Masitoh memaparkan,”Dari sektor Fiber dan Filamen, ada penurunan 23,2 persen pada periode Januari hingga Juli. Benang dan kain menurun 24 persen pada periode Januari hingga Mei. Industri pakaian jadi mengalami penurunan ekspor 14,5 persen pada periode Januari hingga Mei. Dan IIndustri non woven menurun ekspornya 1,2 persen pada periode Januari hingga Mei.

Tapi pada Triwulan III 2020, sudah mengalami perbaikan, dengan mencatat kenaikan 11,69 poin menjadi -8,37 persen.

“Untuk mengembalikan dan meningkatkan ekspor ini, perlu dilakukan peningkatan kapasitas dan kapabilitas industri eksisting. Baik melalui investasi baru, penguatan supply chain mau pun dengan melakukan peningkatan kapasitas dan kerja sama luar negeri melalui optimalisasi perjanjian perdagangan,” pungkasnya.

[]Natasha

Photo : Natasha

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *