Profile

Mikaila Patritz. Antara Karier & Rumah Tangga

Seringkali filosofi Bibit, Bebet, Bobot (3B) menjadi kriteria yang dipergunakan oleh orangtua dalam menentukan calon pasangan hidup yang terbaik bagi buah hatinya.

Hanya saja, pemahaman yang kaku cenderung membuat tidak sedikit  orangtua  mau pun masyarakat mengotak-ngotakkan kriteria calon pasangan yang dianggap ideal. Kiranya, hal ini memberi akibat  banyak pasangan, terutama yang menjalin hubungan tidak konvensional akhirnya terpaksa berhenti menjalani cinta sejatinya karena merasa tidak mampu memenuhi harapan dari orang tua maupun lingkungan.

Berpijak dari fakta itu jualah,  Closeup brand pasta gigi gel produksi PT Unilever Indonesia, Tbk. kembali melanjutkan  kampanye  #SpeakUpforLove. Sebuah kampanye yang telah secara konsisten digencarkan sejak 2020 yang mengangkat pentingnya memberikan makna yang lebih fresh pada filosofi “Bibit, Bebet, Bobot” melalui serangkaian platform. Dan aktivitas yang menginspirasi pasangan muda untuk lebih percaya diri menyuarakan isi hati dalam memilih dan menjalani hubungan mereka.

Maka melalui kampanye yang dilancarkan, #SpeakUpforLove, Closeup menyebarluaskan transformasi makna “Bibit, Bebet, Bobot” menjadi “Berbeda Bertumbuh Bersama”.

Distya Tarworo Endri, Head of Marketing Oral Care Category, PT Unilever Indonesia, Tbk. dalam acara peluncuran kampanye #SpeakUpforLove Berikan Makna Segar pada Bibit, Bebet, Bobot, menyampaikan studi kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan Closeup melibatkan lebih dari 160 responden dari berbagai wilayah Indonesia – terdiri dari mereka yang sedang menjalani hubungan unconventional, orang tua, hingga individu yang masih single – memperlihatkan bahwa penilaian dari lingkungan masih menghambat kelanjutan hubungan yang unconventional, sehingga 5 dari 10 orang yang menjalani hubungan tersebut jadi meragukan masa depan hubungannya.

Terkait filosofi 3B, ditemukan bahwa di semua kelompok responden hampir seluruhnya setuju bahwa pedoman ini pada dasarnya masih baik untuk diterapkan. Namun, hanya 2 dari 10 orang merasa bahwa definisi 3B yang sekarang berlaku masih relevan. Akhirnya, studi ini menunjukkan bahwa 5 dari 10 orang menginginkan makna yang lebih fresh dari filosofi 3B.

Acara yang berlangsung di Habitate Jakarta, Jakarta Selatan, pada Selasa, 9 Agustus 202, kian terasa menawan dengan apa yang disampaikan  pasangan selebriti Muhammad Fardhan dan Mikaila Patritz.

Mikaila Patritz pun berbagi kisah, “Saya menikah di usia 18 tahun. Selain usia saya dan pasangan terpaut cukup jauh, juga kami  berasal dari ras dan suku yang berbeda. Selama pacaran, hal ini menimbulkan pertanyaan atau keraguan dari keluarga dan orang-orang terdekat. Awalnya memang ada rasa ‘gerah’, tapi karena sering berdiskusi tentang ekspektasi dalam hidup dan pembagian peran antara suami isteri, akhirnya kami merasa semakin cocok dan mantap melanjutkan hubungan. Alhamdulillah, kami berhasil meyakinkan semua orang, terutama orangtua, bahwa kami memiliki satu tujuan serta siap untuk saling melengkapi dan tumbuh bersama.”

Ibu seorang anak,  kelahiran tahun 1995, ini melanjutkan kisahnya, bahwa keputusan menikah di usia muda bukanlah pilihan yang tergesa. “Saya melihat kisah Mama sebagai panutan bagi saya dalam  membangun rumahtangga. Tentu setelah  matang pikiran dan hati pun mantap, dan  banyak tukar pikiran dan konsultasi dengan Mama, yang  banyak memberi contoh  baik dalam menjalani rumahtangga, itulah yang membuat saya menikah. Berjalannya waktu dalam mengarungi rumahtangga, pasangan menginginkan saya lebih mencurangkan perhatian dan waktu untuk anak. Jadi tidak diperkenanan  berkarier. Untuk hak, ini saya  sangat setuju. Paling utama bahagia bersama.” 

[]Salsa

Phpto : Ist

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *