Sebagai upaya untuk
menopang biodiversitas sekitar 200 spesies ikan dan meningkatkan kualitas
air di Teluk Jakarta, maka dilakukan konservasi media tumbuh kembang bagi Kerang
Hijau yang memiliki fungsi filter feeder.
Kepala Balai Uji
Standar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
(BUSKIPM), Woro Nur Endang Sariati
menyampaikan sangat pentingnya menjaga
spesies yang dilindungi Undang-Undang.
“Restorasi Kerang
Hijau dengan memberikan media tumbuh di dasar laut agar Kerang Hijau dapat
tumbuh dan berkembang biak. Dengan keberadaan Kerang Hijau, ini bisa membantu
menjernihkan air di Teluk Jakarta, juga menopang biodiversitas
spesies di sana,” kata Woro Nur Endang dalam rangkaian acara “Bulan
Mutu Karantina, Peduli Lingkungan BUSKIPM 2021” bersama Wild Life Conservation Seaworld, bertempat di Ancol, penghujung
bulan Mei 2021 lalu.
Lebih jauh ia
menyampaikan bahwa Kerang Hijau yang hidup di Teluk Jakarta ditemukan
mengandung logam berat seperti merkuri
(Hg), cadmium (Cd), timbal (Pb), krom (Cr) dan timah (Sn).
“Kerang Hijau
(Perna viridis) merupakan filter feeder
atau filter alami dari perairan laut
yang dapat memperbaiki kualitas air. Kerang Hijau mendapatkan makan dan menghisap air dalam
jumlah besar ke dalam tubuh dan menyaring alga
beserta zat-zat lain sehingga membuat air laut lebih jernih dan bersih untuk
kehidupan laut,” tuturnya.
Restorasi Kerang Hijau
ini, lanjutnya, akan menopang lebih dari 200 spesies ikan, meningkatkan jumlah
biota di titik restorasi serta
meningkatkan kualitas air dan gugusan kerang hijau yang berfungsi sebagai
ginjal di pesisir laut.
“Gugusan Kerang
Hijau akan menyaring polusi dalam jumlah besar di kolom air laut,” ujar
Woro Nur Endang lebih lanjut.
Bersamaan dengan
konservasi, ini juga dilakukan edukasi
tentang Restorasi Kerang Hijau di Laut Ancol kepada Pramuka Saka Bahari Jakarta Timur, Maritim Muda Nusantara DKI Jakarta dan Mindo Campus serta BUSKIPM.
“Edukasi, ini
diharapkan dapat memberi pengetahuan yang lebih tentang restorasi Kerang Hijau dan pentingnya menjaga kelestarian laut
Indonesia. Selain itu, dengan melibatkan anak- anak muda akan berdampak sangat
penting untuk menanamkan mindset bahwa
laut kita beserta biota di dalamnya
harus dijaga kelestariannya,” tandas Woro Nur Endang.
Secara terpisah, Guru
Besar Bioteknologi Laut Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Ir. Delianis Pringgenies, MSc, menyatakan Kerang
Hijau atau kerang lainnya memang merupakan filter
feeder yang tidak bergerak.
“Secara bioteknologi, makhluk filter feeder yang tidak bergerak ini
memiliki metabolit sekunder yang
memungkinkan mereka untuk bertahan. Walau pun tidak dibutuhkan sebagai senyawa
primer dalam metabolisme tubuh tapi metabolit sekunder, ini akan membuat
mereka tidak menjadi punah,” kata Prof. Delianis saat dihubungi.
Kerang Hijau bisa
tumbuh di mana saja dan menjaga kejernihan air dengan mekanisme biofilternya yang kuat.
“Karena itu, di
beberapa Negara, kerang ini digunakan sebagai bioindikator pada kualitas lingkungan, dengan mengukur akumulasi
suatu unsur dalam tubuh kerang,” ungkap Delianis Pringgenies.
Ia pun menyebutkan
bahwa polutan logam berat yang masuk
dalam tubuh kerang tidak akan menyebabkan kematian pada kerang.
“Efeknya tidak
langsung pada kerang tersebut. Tapi efek akumulasi inilah yang bisa dirasakan
oleh masyarakat. Walau pun sebenarnya, jika kita katakan memakan Kerang Hijau
bisa memberikan dampak buruk. Karena, kita juga tidak tiap hari makan kerang
hijau dan sekali makan juga tidak satu kilo kan.
Jadi tidak perlu terlalu takut,” ujarnya.
Menyambung mengenai Kerang Hijau, ini Delianis Pringgenies menyatakan dengan meletakkan Kerang Hijau di suatu area pada pesisir pantai akan memungkinkan perairan tersebut lebih bersih jika dibandingkan perairan yang tanpa kerang hijau. “Jadi kalau diadakan konservasi di Teluk Jakarta, maka akan terbuka potensi Teluk Jakarta akan lebih bersih dibandingkan sebelum adanya konservasi,” pungkasnya.
[] Natasha Diany
Photo : ND