Trombosit, atau keping darah, mungkin terdengar sepele. karena sesungguhnya ukurannya yang kecil dan bentuknya yang tak berinti. Namun kiranya, ketika trombosit terlalu banyak, tidak terkesampingkan, yang terjadi adanya ancaman dalam darah kita.
Agar mengenai trombosit lekat dan dipahami masyarakat luas, Yayasan Kanker Indonesia (YKI) didukung oleh Combiphar, menyelenggarakan webinar awam bertajuk “Apa itu Trombosit? Bagaimana jika jumlahnya Berlebihan?”.
Melalui webinar yang menghadirkan dua pembicara : Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP, Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia dan Lily J. Soenaryo, VP Pharma Combiphar, masyarakat diajak untuk memahami bahwa trombosit bisa menjadi penentu antara pemulihan dan risiko serius seperti stroke, serangan jantung, bahkan keguguran.
“Kami di Yayasan Kanker Indonesia sangat senang dapat menyelenggarakan webinar ini sebagai bagian dari kegiatan promotif kami dalam edukasi kanker. Trombosit sering kali dianggap remeh, padahal jumlahnya yang berlebihan bisa menjadi indikator awal dari kondisi serius, termasuk kanker darah. Maka msyarakat perlu memahami bahwa edukasi dini bukan hanya mencegah, tapi juga memberi harapan untuk deteksi dan penanganan yang lebih baik,” ujar Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP.
Lily J. Soenaryo menyampaikan, “Sebagai Perusahaan yang berkomitmen pada kesehatan masyarakat, Combiphar mendukung penuh upaya edukasi seperti webinar ini. Kami percaya bahwa pemahaman awam yang baik tentang trombosit dapat membantu masyarakat mengambil keputusan kesehatan yang lebih bijak dan mencegah komplikasi serius sejak dini.”
Lebih dalam mengenai trombosit, Prof. Aru, pakar hematologi–onkologi mengutarakan, “Trombosit berfungsi menghentikan perdarahan. Tapi jumlahnya harus pas. Terlalu sedikit bisa berujung pada perdarahan, terlalu banyak bisa menyebabkan sumbatan pembuluh darah,”
Trombosit adalah bagian dari darah yang membantu proses pembekuan. Saat tubuh terluka, trombosit akan berkumpul di area luka dan membentuk sumbatan agar perdarahan berhenti. Namun, jumlah trombosit yang terlalu rendah bisa menjadi tanda penyakit serius seperti demam berdarah (DBD), ITP (autoimun), efek kemoterapi, anemia aplastik, keracunan obat, infeksi berat, bahkan kanker.
Tak kalah penting, Prof. Aru menekankan bahwa jumlah trombosit yang berlebihan juga berbahaya. Jika kadar trombosit melebihi 450.000 per mL darah, seseorang berisiko mengalami gangguan aliran darah, terutama di arteri. Kondisi ini disebut trombositemia, dan bisa dipicu oleh infeksi, anemia defisiensi besi, penyakit radang, kanker, atau bahkan mutasi genetik seperti JAK2, CALR, dan MPL.
“Trombosit berlebih bisa hadir tanpa gejala. Tapi bisa juga menimbulkan sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri di tangan atau kaki, bahkan pembesaran limpa,” ujar Prof. Aru.
Data menunjukkan bahwa 38–57 orang per 100.000 populasi bisa mengalami kelebihan trombosit. Menariknya, meski secara global wanita lebih rentan, di Indonesia justru pria lebih banyak mengalami kondisi ini.
Mengendalikan Trombosit : Jangan Tunggu Gejala
Prof. Aru menjelaskan bahwa pengendalian trombosit berlebih dapat dilakukan dengan obat-obatan seperti Hidroksiurea (HU) dan Anagrelide (ANA). HU bekerja dengan menghambat pembentukan sel darah secara umum, sehingga bisa menimbulkan efek samping berupa anemia dan leukopenia. Sementara ANA lebih spesifik menghambat pembentukan trombosit saja.
“Kelebihan trombosit wajib dikendalikan. Jika tidak, risiko stroke, serangan jantung, dan keguguran bisa meningkat tajam,” tegas Prof. Aru.
Lanjutnya,“Kami ingin masyarakat tahu bahwa trombosit bukan sekadar angka di hasil lab. Ia bisa menjadi sinyal penting dari tubuh, dan harus dipahami sejak dini.”
[]Andriza Hamzah
Photo : Dok. YKI
Keterangan photo Utama (ki-ka) :
Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP. – Lily J. Soenaryo, VP Pharma Combiphar