Berikut petikan perbincangan dengan bapak Jacobus Dwihartanto dan Ibu Caroline di sela acara peluncuran buku “Pricilla, My Beautiful Fighter”, bertempat di Hotel Veranda, Jakarta Selatan,, pada 16 Oktober 2018.
BOX :
Jacobus Dwihartanto : “Dentuman Hebat”
{Ayah Priscilla}
“Kanker otak yang dialami anak saya, menurut beberapa dokter ahli yang saya temui, lebih sering dialami oleh orang-orang lanjut usia. Anak yang terkena kanker otak hanya 3 persen.
Kami orangtuanya, saya dan Caroline, mama Priscilla, tentu tidak bisa berpikir jernih, ketika anak divonis kanker otak. Pasalnya, asupan makanan Priscilla semenjak lahir, sudah sangat sehat dan tentu dari bahan pilihan. Bahkan, ibunya sangat menjaga asupan makanan bagi calon anak dalam kandungan.
Bila kami, orangtuanya begitu menjaga asupan makanannya, dan selalu ingin memberi yang terbaik bagi anaknya, rasanya semua orangtua akan melakukan hal yang sama. Apalagi Priscilla merupakan permata yang kami peroleh dari bertahun-tahun penantian.
Sebelum kelahiran Priscilla, kehidupan kami berdua belum juga dikaruniai anak sepanjang 3 tahun semenjak perkawinan, tidak terasakan sunyi. Karena kami menjalin hubungan dengan anak-anak dari sanak saudara, karyawan, dan lingkungan gereja.
Maka tentu, kehadiran Priscilla merupakan anugerah terbesar dari Tuhan, yang membuat hidup kami jadi berbeda. Kami lebih semangat, semarak dan bertambah bahagia.
Maka menjadi sebuah dentuman hebat ketika Priscilla divonis kanker otak. Jiwa kami terasa tertusuk, tapi hidup terus bergulir. Kami berupaya apapun untuk kesembuhannya.
Kami ingin agar Priscilla selalu ada dalam dekapan. Untuk itu, pada malam hari, atau tidur siangnya di akhir pekan atau hari libur, kami tidur bertiga di satu peraduan. Bahagianya kami. Kami ingin masa seperti itu jangan sampai terenggut.
Tapi Tuhan menentukan lain… Priscilla dipanggil Tuhan. Permata hati kami lebih disayang Tuhan.
Setelah kepergian Priscilla, kehidupan kami terasa timpang.
Saya maupun istri tentu harus bangkit dan kuat. Dengan meminta sepenuh hati pada Tuhan, kami ingin bangkit. Apalagi kami masih memiliki kewajiban, menghidupi karyawan-karyawan kami, yang mana banyak di antara mereka yang telah berkeluarga.
Kami menyadari, karena tangan Tuhan juga, kami masih terus berjalan bersisian, bersemangat, mengusahakan banyak tawa dan melepaskan rasa tidak nyaman maupun dendam untuk soal apapun.
Ini kami lakukan, agar hidup kami ringan dan banyak berkat.
BOX :
Caroline : “Kemarahan Tak Bertepi”
(Ibu Priscilla)
“Priscilla merupakan permata hati, yang kami peroleh dari penantian panjang. Setelah ia lahir, Priscilla tumbuh sebagai anak yang sehat, rajin berolahraga, ramah, ceria, santun dan cerdas. Hari-harinya ceria, penuh semangat, dan dilalui dengan banyak tawa.
Maka, ketika buah hati kami menerima vonis terkena kanker otak, hal itu membuat dunia saya berguncang. Entah bagaimana, saya dan suami harus berpikir mencari pengobatan terbaik bagi Priscilla.
Saya selalu berharap, biarlah saya yang menanggung derita sakit itu dan jangan Priscilla. Hari-hari saya selalu penuh dengan doa kepada Tuhan, sangat memohon.
Tak ingin membiarkan Priscilla sendiri, saya dan suami selalu bersisian menemani Priscilla menjalani pengobatan, bahkan hingga keluar Negeri. Untuk menjalani pengobatan selama hampir 2 tahun, saya tidak beranjak sejenak pun dari sisinya.
Untuk bisa selalu bersamanya, kegiatan saya sebagai pengelola sebuah perusahaan bersama suami yang memiliki banyak karyawan, saya tinggalkan.
Hingga waktunya tiba. Saat Priscilla menghadap Tuhan, saya di dera rasa marah. Bagaimana mungkin, harta terbesar, yang merupakan hadiah Tuhan kini pergi dari hidup saya.
Kemarahan saya pada Tuhan tak dapat diungkapkan. Saya menganggap Tuhan telah memisahan permata yang dihadiahkanNya kepada saya, setelah menanti selama bertahun-tahun.
Kemarahan saya pada Tuhan tak berhenti sampai di situ. Saya merasa tidak ingin lagi ke rumah Tuhan untuk menjalani ibadah yang rutin saya lakukan sebagai umatNya. Saya tenggelam dalam kesedihan dan kemarahan.
Kali ini, saya merasa dunia seakan roboh.
Seiring dengan berjalannya waktu, pikiran pun mulai jernih. Itu juga karena campur tangan Tuhan.
Ya Tuhan, saya mohon ampunanMu. Saya memutuskan untuk segera kembali ke jalanNya, beribadah lagi ke gereja, dan tak berhenti berdoa.
Semuanya saya kembalikan kepada Tuhan, karena ini adalah milikNya.
Melalui pengalaman ini, saya ingin menyampaikan, semua yang kita alami sebaiknya dikembalikan lagi padaNya. Mintalah kekuatan dariNya, selalu berpikir positif, dan tetap berbuat baik pada siapa pun.
Nessy & Andriza