Perawatan dan pemahaman akan tanaman anggrek milik kita merupakan kunci keberhasilan menumbuhkan anggrek secara optimal. Hal ini terbukti dari perjuangan Pecinta Anggrek Lucia Yustitia Kippuw saat mengikuti Papua Orchid Show 2021.
Menggenai anggrek, Lucia menyampaikan bahwa setiap anggrek memiliki karakteristik yang berbeda. Sehingga membutuhkan perlakuan yang berbeda pula.
“Harus diperhatikan jenis anggrek tersebut masuk ke jenis yang di daerah dingin atau panas. Apakah membutuhkan cahaya langsung atau tidak. Kalau agroklimatnya terpenuhi, maka menjadi Juara, seperti yang saya dapatkan di Papua Orchid Show lalu bukanlah hal yang tidak mungkin,” kata Lucia.
Ia menjelaskan bahwa setiap anggrek dan tanaman hias itu memiliki agroklimat yang berbeda tiap jenisnya. Agroklimat itu sendiri adalah faktor-faktor klimatologi, seperti iklim, cuaca, humidity, elevasi, intensitas cahaya yang berinteraksi untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan suatu produk pertanian supaya berproduksi secara maksimal.
“Pada anggrek ini beda genus, juga beda perlakuan. Anggrek yang endemik dataran tinggi jika dipelihara di dataran rendah tidak akan maksimal, bisa saja malah mati. Semisal bisa tumbuh pun tapi tidak bisa berbunga. Jadi proses untuk memperoleh anggrek dengan kualitas bunga yang bagus, prosesnya panjang. Butuh agroklimat yang pas, pupuk yang pas, perawatan yang tepat serta seleksi yang ketat,” urainya.
Terkait salah satu anggrek miliknya yang berhasil meraih Juara Pertama Section Spatulata di Papua Orchid Show, Dendrobium violaceoflavens, ia menyebutkan mendapatkannya saat sudah dewasa.
“Ini aslinya memang dari hutan Papua. Dikenal juga dengan nama Anggrek Besi. Ketika saya membeli, sudah dewasa dan perawatan yang saya lakukan sekitar satu tahun. Menyertakan plant, ini dalam perlombaan seperti menantang tim tuan rumah. Karena memang endemiknya di sini. Tapi percaya diri saja,” urainya lagi.
Ia menyebutkan untuk jenis Dendrobium violaceoflavens, perawatan yang diberikan adalah perawatan standar tapi dengan memastikan pencahayaan yang banyak. “Ketika akarnya sudah stabil, jenis anggrek, ini bisa langsung berbunga. Jadi memang tidak merepotkan sama sekali. Dan, harga anggrek jeni ini yang sudah dewasa bisa seharga satu motor,” ungkapnya sambil melempar senyum.
Secara umum, kelompok Dendrobium spatulata memiliki bunga yang mahkota dan kelopaknya melintir dan bergelombang. Ciri lainnya adalah pada bagian mahkota dan kelopak yang menyerupai spatula atau sendok.
“Jenis Dendrobium kelompok spatulata inilah yang kini sedang naik daun di kalangan pecinta tanaman anggrek. Ada juga yang menyebut tanaman anggrek spatulata ini dengan Antelope atau anggrek kelinci, karena bunganya jika dilihat dari depan menyerupai antelope atau kelinci,” kata Lucia.
Anggrek kelompok Spatulata adalah kelompok anggrek yang terdiri dari 50 jenis dan tersebar dari utara di Philipina sampai ke Selatan di Australia dan di Barat dari Pulau Jawa sampai ke Timur di Kepulauan Samoa dengan pusat diversitasnya di Pulau New Guinea (Papua-Indonesia dan Papua New Guinea).
“Tidak heran jika kelompok anggrek spesies dari Spatulata banyak dijumpai di wilayah Timur Indonesia dan dikenal sebagai tanaman anggrek yang sangat kuat dan bisa hidup dari panas hingga dingin. Dari berbagai spesies asli anggrek Spatulata, ini dihasilkan anggrek hibrida dengan bunga-bunga yang indah dan berharga mahal. Sebagian dari jenis anggrek spatulata sudah mulai berkurang jumlahnya di habitat asal karena perburuan liar dan pengurangan luas hutan,” tandasnya.
Berbeda dengan Phalaenopsis Lianher Cranberry, yang berhasil meraih tiga kategori sekaligus, yaitu Juara 1, Best Section Dan Juara 3 untuk Phalaenopsis hybrid multiflora.
“Kalau Phalaenopsis ini belinya secara masal dari Taiwan. Kunci keberhasilan perawatannya adalah lokasi penanaman harus lah yang elevasi tinggi dan suhu dingin. Kondisi seperti ini memastikan bunganya akan maksimal. Tentunya gen tanamannya pun harus yang baik ya,” tutur Lucia.
Ia menceritakan awalnya Phalaenopsis tak termasuk yang akan diperlombakan. Hanya akan menjadi dekorasi saja.
“Tapi setelah melihat kondisi Phalaenopsis peserta lain, langsung saja saya sertakan dalam lomba. Akhirnya bisa mendapatkan tiga pita untuk dua plant yang kami sertakan dalam perlombaan,” pungkasnya.
[]Natasha Syaini
Photo : NS
Keterangan Photo
1&2 : Lucia Yustitia Kippuw
3&4 : Phalaenopsis Lianher Cranberry dan Phalaenopsis hybrid multiflora