Culinary

Lepas Rindu Sie Reuboh

Makanan tradisional Aceh bercita-rasa menggelitik lidah, di antaranya Sie Reuboh. Biasanya dibuat untuk hidangan selama Ramadhan. Tapi saat, ini Sie Reuboh sering dibuat untuk menghilangkan rasa rindu para perantauan yang tinggal jauh dari Aceh. Yang membuatnya khas adalah pembuatannya di dalam belanga, yang jika dihangatkan akan semakin meresap bumbunya dan cita rasa masakan semakin enak. 

Demikianyang dirasa dan disampaikan oleh  Meutia,  wanita  keturunan Aceh dan Ambon, yang  belajar memasak makanan Aceh karena ingin memasak untuk  Ayahnya.

“Membuat penganan Sie Reuboh, ini terbilang mudah. Hanya saja, di sini, membuatnya tidak menggunakan belanga seperti di rumah nenek di Lhokseumawe. Jadi menggunakan  panci biasa. Rasanya memang agak berbeda, tapi cukuplah untuk menghilangkan rasa kangen pada Aceh,” kata Tia, demikian ia akrab dipanggil, saat ditemui di rumahnya, di kawasan Puri Gading Jakarta Timur,Sabtu (21/8/2021).

Sie Reuboh sendiri artinya adalah direbus. Maksudnya, daging yang digunakan hanya direbus saja. Jenis masakan ini memungkinkan untuk dihangatkan secara terus menerus tanpa kehilangan cita rasanya.

“Yang utamanya adalah pemilihan daging. Biasanya menggunakan has dalam dan ditambah dengan lemak daging. Setelah dipotong kecil-kecil, masukkan ke panci lalu taburkan garam dan aduk rata diamkan dulu beberapa saat,” ucapnya.

Sambil menunggu, bumbu lainnya dihaluskan, yaitu cabe merah, cabe rawit, cabe kering, jahe dan kunyit.

“Nanti ada juga cabe yang utuh. Yang kalau dihangatkan Sie Reubohnya akan hancur perlahan dan membuat rasa daging semakin enak,” ucapnya lagi.

Aduk rata bumbu halus dengan daging, tambahkan cabe utuh dan lengkuas. Baru tambahkan air secukupnya dan masak dengan api kecil untuk memastikan daging empuk dengan bumbu yang meresap secara utuh.

“Kalau sudah empuk dagingnya, baru tambahkan cuka enau. Penambahan cuka enau ini akan membuat rasa Sie Reuboh jadi gurih, asam dan pedas. Khas rasa makanan Aceh pokoknya,” tutur Tia.

Ia menjelaskan, kalau untuk keperluan Ramadhan, biasanya sengaja dimasak agak banyak dagingnya. Sehingga bisa menjadi menu sahur hingga beberapa malam.

“Tapi kalau untuk makanan sehari-hari, daging yang digunakan cukup satu kilo. Setelah dimasak,  dimakannya lusa. Jadi menunggu bumbu meresap dulu, baru enak dimakannya,” tuturnya lagi.

Tia menyebutkan kalau di kampungnya, saat kumpul keluarga, nenek suka membuat Air Reuboh dalam jumlah banyak dan memasaknya menggunakan kayu bakar.

“Memang lebih lama prosesnya dibandingkan menggunakan kompor gas. Tapi rasanya lebih enak. Apalagi masaknya pakai belanga besar, dan dinikmati bersama sanak  saudara. Rasanya juga lebih nikmat,” pungkasnya.

[]Natasha Diany

Photo : ND

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *