Health

Akibat Terburuk Kanker Paru, Bersegera Skrining dan Deteksi Dini

Tak terelak. Tentu menyita perhatian mengenai kanker paru yang melanda  di Indonesia. Berdasarkan data Globocan 2020, kanker paru menduduki  peringkat ke-3 dari seluruh kanker dengan mortalitas  tertinggi di Indonesia. Dan berdasarkan prevalensi global dari American Lung Cancer Association terdapat sekitar 500 ribu orang yang hidup dengan kanker paru-paru di Indonesia.

Berpijak dari  sanalah juga, dan dalam memperingati Hari Kanker SeDunia, Yayasan Kanker Indonesia bekerjasama dengan AstraZeneca, Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO), dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI),  meluncuran Konsensus Skrining Kanker Paru Indonesia.

Acara yang berlangsung  di The Westin Jakarta, Rabu, 23 Agustus 2023, dengan dengan MC Lia Atmajaya,  Se Whan Chon, Presiden Direktur AstraZeneca, — Perusahaan biofarmasi global yang berbasis sains dan berfokus pada penemuan, pengembangan, dan komersialisasi obat dengan resep –, dalam kata sambutannya menyampaikan berdasarkan prevalensi global dari American Lung Cancer Association, terdapat sekitar 500 ribu orang yang hidup dengan kanker paru-paru di Indonesia dan jumlah tersebut bisa lebih tinggi lagi karena Indonesia memiliki jumlah perokok dan perokok pasif yang lebih tinggi.

“Tentu kami merasa terhormat mendapat kesempatan untuk mendukung acara ini, yang juga  sebagai bagian dari komitmen berkelanjutan AstraZeneca dalam membantu Indonesia mengatasi salah satu penyakit paling agresif, kanker paru-paru,” tambahnya.

Pada acara dengan MC  Lia Atmajaya, Maxi Rein Wondonowu, Direktur Jenderal dan Pengendalian  Penyakit  Kementerian Kesehatan mengatakan,”Dengan meningkatnya insiden kanker paru yang disertai tingginya  angka kematian, tantangan kanker paru ini tidak dapat diatasi oleh satu pemangku kepentingan saja. Maka marilah kita bersama-sama di Hari Kanker Paru SeDunia ini, menghadapi beban kanker paru dengan tekad dan kasih sayang. Melalui  upaya kolektif dan inovasi, kita dapat membawa harapan bagi mereka yang terkena dampak, dan bersama-sama, kita dapat mengubah arah penyakit ini.”

Menawan tentu dengan apa yang disampaikan Prof. Dr. dr. Elisna Syahruddin, Sp.P(K), Ph.D., Executive Director di Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO). Ujarnya,”Indonesia memiliki beban kesehatan besar untuk tatalaksana kanker paru tapi kematian akibat kanker paru tetap tinggi. Ada pun salah satu faktor tingginya angka kematian ini adalah sebagian besar penyakit didiagnosis pada staging lanjut. Maka  usaha untuk menurunkan angka kematian ini adalah dengan terapi yang cepat dan tepat. Semua modalitas terapi telah tersedia namun  cara lain yang berefek positif dengan menemukannya dan memastikan diagnosis sedini mungkin melalui program skrining dan deteksi dini.”

Di antara rekomendasi dalam Konsensus Nasional baru mengenai Skrining Kanker Paru, para ahli mendorong peralihan dari sinar-X dada yang tradisional menjadi prosedur yang lebih canggih yang dikenal sebagai tomografi komputer berdosis rendah (LDCT), yang menggunakan komputer dengan sinar-X berdosis rendah untuk menghasilkan serangkaian gambar dan dapat membantu mendeteksi kelainan paru-paru, termasuk tumor.

Uji klinis di Amerika Serikat yang melibatkan lebih dari 50.000 peserta telah menunjukkan penurunan relatif 20 persen dalam kematian akibat kanker paru dengan skrining LDCT (247 kematian per 100.000 orang-tahun) dibandingkan dengan sinar-X dada (309 kematian per 100.000 orang-tahun), karena deteksi kanker yang lebih awal.

Dengan terobosan teknologi baru, skrining kanker paru juga dapat dibantu dengan kecerdasan buatan, yang melibatkan penggunaan algoritma komputer dan teknik pembelajaran mesin untuk menganalisis data gambar medis, seperti CT scan atau sinar-X dada, atau gambar relevan lainnya. Algoritma kecerdasan buatan ini dapat membantu dalam mendeteksi nodul paru-paru, lesi, atau pola yang mencurigakan yang dapat mengindikasikan keberadaan kanker paru pada populasi berisiko tinggi.

Menurut Elisna Syahruddin, saat ini algoritma kecerdasan buatan dapat dilatih untuk mendeteksi dan menyoroti nodul atau lesi paru-paru dalam gambar medis. Mereka dapat membantu radiologis dalam mengidentifikasi pertumbuhan yang berpotensi kanker pada tahap awal.

“Kunci untuk mengurangi kematian akibat kanker paru di Indonesia adalah deteksi dini, yang memungkinkan para penyedia layanan kesehatan untuk menawarkan perawatan yang paling sesuai untuk pasien. Dengan deteksi lebih awal, ada juga peluang penyembuhan yang lebih besar. Di Indonesia, sangat penting bahwa skrining LDCT digunakan sebagai alat skrining utama dan sinar-X dada dapat didukung oleh kecerdasan buatan untuk perokok aktif dan perokok pasif berusia 45–75 tahun, dengan riwayat keluarga menderita kanker paru-paru, jika kita ingin segera menyelamatkan lebih banyak nyawa dari kanker paru,” tutup Elisna Syahruddin.

Juga menarik apa yang dikatakan Albert Sompie, Koordinator Utama untuk Penyintas Kanker dari Yayasan Kanker Indonesia, “Sebagai suara bagi pasien kanker paru, penyintas, dan keluarga yang sangat terpengaruh oleh penyakit ini. Maka saya memohon kepada Pemerintah untuk mengalokasikan dana dan menerapkan kebijakan kesehatan yang memperkuat akses dan pemanfaatan skrining kanker paru untuk populasi berisiko tinggi kita. Dengan adanya program skrining kanker paru nasional, kita akhirnya dapat satu langkah lebih maju dalam perjuangan melawan kanker paru.”

Dalam semangat transformasi pelayanan kesehatan yang menempatkan prioritas pada pencegahan dan deteksi dini, Kementerian Kesehatan sangat mendukung eksplorasi kemajuan teknologi baru dalam skrining kanker paru untuk membantu pasien mendapatkan perawatan lebih awal dan mengurangi beban negara.

Dr. Eva Susanti, S. Kp, M.Kes., Direktur pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular Kementerian Kesehatan berkata: “Kami mengapresiasi upaya Yayasan Kanker Indonesia, AstraZeneca, PDPI, dan IASTO  secara bersama-sama agar kita dapat meningkatkan program skrining Nasional untuk kanker paru  ada beberapa hal penting yang harus dilakukan yaitu kita fokus pada identifikasi populasi berisiko tinggi melalui adopsi Kuesioner Profil Risiko Kanker Paru dan eksplorasi potensi penggunaan teknologi inovatif seperti CT scan berdosis rendah dan kecerdasan buatan untuk membantu radiolog dalam mengidentifikasi pertumbuhan yang berpotensi kanker pada tahap awal, sehingga pasien kanker paru dapat dideteksi dan diobati lebih awal.”

[]Andriza Hamzah

Photo : Dok. PR Emereson

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *