Mobilitas yang dinamis di kalangan masyarakat kota-kota besar bisa menjadi salah satu pemicu timbulnya problem infertilitas pada pria. Banyak pria menikah di usia matang yang kemudian kesulitan memiliki keturunan. Apakah hal ini disebabkan karena faktor usia ?
Menikah di usia matang atau di atas 35 tahun merupakan hal biasa yang terjadi di Kota besar, termasuk Jakarta. Kondisi ini memang menjadi salah satu penyebab dari timbulnya interfilitas atau gangguan kesuburan di kalangan pasangan yang menikah di atas usia 30 tahun. Namun demikian, hal ini tentu tidak terjadi pada semua pasangan.
“Tidak semua pasangan yang menikah di usia matang akan mengalami kendala sulit mendapat keturunan, tergantung pola hidup sehat dan dan pada pria tergantung juga pada kualitas sperma itu sendiri,” ujar Androlog dr. Anita Gunawan
Jika pada wanita, ada waktu menopause, yaitu masa di mana seorang wanita tidak lagi memproduksi sel telur, pada pria ada waktu yang disebut andropause, masa di mana kualitas dan kuantitas sperma menurun.
“Bedanya pada pria dan wanita adalah saat wanita menopause, wanita benar-benar tidak lagi memproduksi sel telur. Tapi pada pria, saat mengalami andropause, ia masih memproduksi sperma, namun kualitas dan kuantitasnya menurun. Sampai kapan seorang pria memproduksi sperma ? Sampai akhir hayatnya,” papar dr. Anita lagi.
Lalu bagaiman mengetahui baik atau tidaknya kondisi sperma, serta kemungkinannya unttuk bisa membuahkan sel telur ?
Dr. Anita menyatakan pemeriksaan holistik hanya bisa dilakukan melalui mikroskop, di mana bentuk yang sempurna akan menjadi salah satu indikasi kualitas sperma yang baik. Dan kualitas sperma yang baik ditentukan oleh kuantitas, kualitas dan bentuknya.
Dr. Anita mengatakan,”Sperma seperti apa yang bisa membuat seorang wanita hamil, adalah sperma yang sehat, memiliki kualitas, kuantitas dan bentuk sesuai dengan standar World Health Organization (WHO) tahun 2010, dan terus akan direvisi hingga mencapai standar yang tepat.”
Kuantitas ditentukan oleh konsentrasi, di mana pria subur memiliki konsentrasi sperma di atas 20 juta per millimeter dengan tingkat pergerakan yang sempurna. Jika ada di bawah angka tersebut, maka kemungkinan untu hamil menjadi lebih kecil.
Usia 35 Tahun Non Produktif ?
Dugaan sebagian masyarakat tentang menikah di usia matang bisa memperkecil kemungkinan mendapatkan keturunan memang ada benarnya. Namun itu bukanlah sesuatu yang mutlak. Karena kondisi sperma pada tiap orang berbeda-beda.
“Jika hubungan seks dilakukan pada usia produktif, di mana pria tersebut sehat secara fisik dan kondisi spermanya pun sempurna maka kemungkinan besar ia bisa segera memiliki momongan,” ujr. Dr. Anita lagi.
Ada pun yang dimaksud dengan usia produktif bagi pria adalah 25-40 tahun. Di rentang wkatu usia tersebut, sprema akan terus berproduksi dan akan mencapai puncaknya hingga usia 45 tahun. Di atas usia 45 tahun itulah rata-rata pria mengalami andropause.
Dr. Anita lebih jauh mengatakan bahwa adanya anggapa bahwa sperma mengalami tiga fase penuaan, yaitu di usia 25-35 tahun, 35-45 tahun dan 45 tahun ke atas adalah tidak benar. “Yang benar , pria dianggap produktif saat berusia 20-40 tahun. Dan usia 35 tahun, seperti kebanyakan pria menikah saat, ini masih termasuk usia produktif,” lanjutnya.
Dr. Anita menambahkan, pria yang akan menikah di usia matang dan berkeinginan untuk segera memiliki momongan, sebaiknya melakukan pemeriksaan pra nikah. Dan dapat dilakukan bersama dengan calon pasangan, agar terlihat secara jelas seberapa besar kemungkinan pasangan, ini mendapat momongan.
“Pada pemeriksaan pra nikah, dokter juga akan melakukan analisa sperma. Analisa, ini merupakan pintu pertama untuk mengetahui subur atau tidaknya sel sperma pada seseorang. Tapi hal itu bukan satu-satunya yang menentukan apakah pasangannya bisa segera hamil atau tidak,” ujar dr. Anita.
Ada pun pemeriksaan yang dilakukan berupa general check–up, baik fisik mau pun kondisi sperma. “Tidak akan ada manfaatnya jika spermanya normal, tapi ternyata ia memiliki penyakit, seperti kencing manis, hipertensi, kolesterol atau penyakit lainnya yang harus diwaspadai,” jelas dr. Anita.
Jika ditemukan penyakit-penyakit tersebut, dan dokter segera menanganinya, maka kemungkinan memiliki anak akan lebih besar.
Untuk memelihara kesehatan fisik sekaligus sperma, dr. Anita menyampaikan,”Tetap menjalankan olahraga namun tidak berlebihan, dan mengonsumsi makanan sehat dan bergizi.”
Dr. Anita menambahkan, jika keadaan fisik dan sperma tidak bermasalah, maka kontak seksual yang disarankan untuk bisa segera mendapat momongan adalah tigakali semunggu. “Kurang dari itu, atau lebih dari itu memang tidak mengapa, tapi disarankan dan idealnya tigakali dalam satu minggu,” pungkasnya.
[]NB ME 144